Selasa, 20 September 2011

" Halal bihalal dan ajaran agama "" Halal bihalal dan ajaran agama "

" Jelaskanlah kepada kami tentang halal bihalal. Saya melihat banyak orang atau organisasi yang setiap tahun menyelenggarakan acara halal bihalal. Baik pada saat seminggu setelah Lebaran, yaitu setelah orang usai melaksanakan puasa sunah Syawal, maupun pada minggu-minggu sesudahnya. Bahkan ada yang menyelenggarakan sebelum genap seminggu Lebaran berlalu, atau justru setelah bulan Syawal berganti," pinta seorang murid kepada Abu Qubaisy dengan penuh minat.

Ketika menyampaikan kata pengantar pembuka majlis taklimnya Abu Qubaisy memang berbicara tentang silaturahim sekitar hari Lebaran. Menurut beliau hal tersebut amat dipuji dalam agama. Mungkin karena beliau tidak menyinggung masalah halal bihalal, maka salah seorang muridnya bertanya khusus masalah halal bihalal.

"Dalam literatur agama, baik itu ayat Al-Quran atau hadis, halal bihalal tidak dikenal. Demikian pula dalam tradisi masyarakat Arab pun acara tersebut tidak dikenal. Sampai sekarang tradisi halal bihalal hanya ada di literatur dan kultur Islam Indonesia," jelas mahaguru yang luas ilmu dan pengetahuannya.

"Bila demikian halnya, bila tak ada rujukan pada ayat Quran dan hadis Nabi, tidakkah halal bihalal itu perbuatan yang sia-sia? Jangan-jangan itu adalah bidah, atau mubazir yang lebih baik ditinggalkan daripada dibiasakan," tanya dan sekaligus komentar murid yang lain.

"Tidak begitu," ujar Abu Qubaisy sambil tersenyum arif.

"Bila kalian cermati Al-Quran Surat Al-Baqarah, terutama ayat-ayat yang mengandung titah berpuasa, selain kalian akan menemukan harapan agar mereka yang berpuasa itu akan menjadi orang-orang yang takwa, juga dianjurkan untuk bertakbir setelah usai berpuasa sebulan. Disini diharapkan orang-orang yang berpuasa itu akan menjadi orang yang pandai bersyukur," sambung mahaguru itu masih sambil senyum.

"Apa hubungannya semua itu dengan acara halal bihalal, Tuan?" tanya murid lainnya lagi dengan nada bernuansa protes.

"Acara halal bihalal, sebagaimana halnya beberapa jenis pesta, sesungguhnya bisa dilihat sebagai wujud atau pengejawantahan rasa syukur. Karena itu seringkali pesta-pesta tertentu disebut juga sebagai tasyakuran. Dengan demikian, bila halal bihalal itu dipandang sebagai salah satu bentuk tasyakuran, atau kebersyukuran, maka dia sejalan dengan ayat 185 Surat Al-Baqarah yang isinya masih berkaitan dengan titah berpuasa. Bunyi ujung ayat itu, "Watukabbirullaha 'ala ma hadakum wa la'allakum tasykurun." Dan hendaknya kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, agar kalian bersyukur," ujar Abu Qubaisy di akhir tutur yang direspon anggukan para muridnya.*


dicopas dari: HARIAN TERBIT edisi khusus Halal bihalal NU DKI, Minggu 18 September 2011 - Tahun ke-40 no. 9027

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar